Satuberita.online // LUWU RAYA - Komunitas Peradilan Semu Fakultas Syariah IAIN Kota Palopo menggelar kegiatan bedah akademik dengan judul "RUU Polri Mengukuhkan Kekuasaan atau Mengancam Demokrasi". Kegiatan tersebut sebagai repon mahasiswa terhadap RUU Polri yang saat ini menjadi perbincangan hangat di ruang diskusi maupun di sosial media.
Kegiatan dialog tersebut berlangsung Pada 19 April 2025 di kampung pisang (kampis) kota palop dan di hadiri puluhan mahasiswa dari berbagai kampus yang ada di kota palopo
Sebelumnya beredar tentang inisiatif DPRI untuk merevisi undang-undang Polri dengan memperluas kewenangan Polri. Namun hal tersebut menuai banyak kritikan karena Draf RUU Polri yang beredar mengandung pasal-pasal kontroversial yang kemungkinan besar akan mengancam demokrasi, penambahan kewenangan yang tumpang tindi dengan lembaga lain dan berpotensi membangkitkan rezim diktator.
Salah satu Narasumber. Rihal perwakilan dari Komando Wilayah Gerakan Aktivis Mahasiswa Luwu Raya (GAM Luwu raya). Memberikan respon kritis yang mendasar terhadap problematika RUU Polri. Dalam pernyataannya kepolisian tidak membutuhkan wewenang baru tapi melainkan evaluasi atau reformasi besar-besaran dan pengawasan yang ketat dilakukan di tubuh internal kepolisian negara Indonesia.
Rihal mengatankan Bagaimana mungkin menjalankan kewenangan baru sedangkan kewenangan yang saat ini belum berjalan dengan maksimal. Tanpa kita sadari abius of power dan deskrisi yang menjadi ketakutan kita dalam RUU POLRI sebenarnya sudah sejak dulu di terapkan dalam institusi kepolisian apalagi ketika di sahkan menjadi UU dengan beberapa tambahan kewenangan.
Tugas pokok Kepolisian adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Bagaimana mungkin memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat sedangkan buku laporan komnasham polisi merupakan pihak yang paling banyak diadukan bahkan kepercayaan publik pun terus menurun,karena banyak keterlibatan oknum polisi dalam kasus-kasus kejahatan dan bagaimana mungkin menegakkan hukum sedangkan penegakan aturan di internal nya belum berjalan maksimal dan minim pengawasan.
Tapi terlepas dari citra polisi yang kian tahun memburuk masih ada polisi yang memang masih memiliki jiwa yang baik yang ingin melihat institusi kepolisian menjadi garda terdepan dalam melayani masyarakat dan menegakkan supremasi hukum. Seperti yang terjadi di georgia 2003 silam masyarakat mencaci maki dan hilang kepercayaan kepada kepolisiaan georgia selain keterlibatan dalam kasus korupsi juga memperlihatkan keberpihakan nya bukan lagi ke masyarakat. sehingga presdien Gerogi Sakaashvili melakukan reformasi besar besaran di internal kepolisian Georgia namun awalnya gaji polisi gerogia di naikkan namun ternya itu bukan solusi sehingga sakaashvili mengambil tindakan tegas dengan memecat 25-30 ribu polisi kemudian merekrut polisi-polisi baru dan akhirnya tindakan itu membuktikan efektivitasnya untuk memperbaiki institusi kepolisian yang bersih dan profesional.
Seharusnya indonesia juga mengambil tindakan tegas seperti yang di lakukan oleh Sakaashvili, karena di Indonesia baru tahap pencaloan saja sudah di perhadapkan dengan calo dan hal tersebut juga sering kita dengar langsung dari orang tua polisi yang baru lolos jadi polisi “bayar sekian” bahkan kita juga sering mendengar jual beli jabatan dalam institusi kepolisian. Jika hal-hal seperti itu tidak mampuh untuk di hilangkan dan ditindak tegas bagaimana mau menciptakan polisi yang berkualitas yang ada hanya menciptakan keamanan, tetapi juga menciptakan kekacauan atau menegakkan hukum tapi juga melanggar hukum karena dari awal saja sudah bermasalah.
Dan mungkin cara itu sudah perlahan di lakukan oleh Presiden Prabowo dengan cara menaikkan gaji polisi dan juga kita ketahui bahwa Polri sebagai lembaga kedua sebagai lembaga yang mendapatkan anggaran belanja terbesar tahun 2025 yaitu Rp 126,62 triliun. Tentu dengan anggaran tersebut tidak terlepas untuk meningkatkan profesionalime kepolisian dan pelayana terbaik untuk masyarakat. Tapi hal itu tidak mempunyai dampak untuk mengembalikan citra dan kepercayan Polri kepada masyarakat karena masih banyak kepolisian yang melakukan kekerasan, melanggar HAM, dan terlibat kasus kejahatan.
Kepolisian tidak membutuhkan penambahan wewenang baru walaupun tujuan nya baik, karena dengan situasi saat ini kepolisian hanya membutuhkan reformasi besar-besaran dan pengawasan yang ketat melalui Kompolnas dan pengawasan dari DPRI atau lembaga terkait dengan regulasi yang jelas dan ketat.
Dalam draf RUU Polri yang beredar ada pasal-pasal yang akan Mengancam kebebasan berpendapat atau berekspresi yang kemungkinan berpotensi membangkitkan rezim diktator yang tidak sejalan dengan amanat reformasi, selain itu banyak wewenang baru yang tumpang tindi dengan kewenangan lembaga-lembaga lainnya.
Hal ini juga tidak terlepas dari DPRI dan pemerintah dalam menyusun Undang-undang atau peraturan yang kami nilai minim partisipasi. Jangangkan partisipasi publik mungkin saja lembaga-lembaga yang berhubungan dengan Polri tidak di libatkan dalam penyusunan sehingga saya berpendapat jika DPRI dan pemerintah mengabaikan asas pembuatan UU yang baik, maka hasilnya akan tidak baik yang hanya akan merugikan rakyat maupun negara.
Sumber : GAM Luwu Raya
(Tim/red)